(Studi Tentang Polemik Pendidikan Agama dalam UU No. 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional)
Melalui mata pelajaran umum (sain) diharapkan terbentuk peradaban pendidikan yang mumpuni mencerdaskan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dengan mata pelajaran pendidikan agama diharapkan akan semakin mempertebal keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia pada segenap civitas akademika pendidikan. Paradigma pendidikan holistik dan Pancasilais, yang mengintegrasikan kecerdasan dengan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia itu, untuk mengkritisi dan menjawab pandangan pendidikan sekuler dari A.N Wilson2 dan Arthur J. D’Adamo.3 Selain itu, kajian ini juga ditujukan sebagai kritik dan jawaban atas kelompok kepentingan (interests groups) yang menentang perumusan dan pemberlakuan Pasal 12 ayat (1) huruf a tersebut ketika dibahas, disosialisasikan, dan diundangkan. Kelompok kepentingan (interest group) ini memiliki kecenderungan pendapat bahwa agama dengan beragam derivasi keilmuannya, terlebih mata pelajaran Pendidikan Agama, merupakan salah satu bagian dari religion’s way of knowing. Paradigma ini, dalam ranah pendidikan umum, memiliki potensi negatif untuk dilegislasi atau diterapkan, karena merupakam salah-satu akar penyebab dari konflik-konflik umat beragama. Oleh karena itu, Pendidikan Agama tidak perlu diwajibkan (compulsory) dalam pengajaran di sekolah. Bahkan kalau perlu, menurut kelompok ini, Pendidikan Agama dihilangkan dari kurikulum sekolah, diganti dengan science’s way of knowing yang lebih mencerdaskan manusia. Selain itu, agama dengan beragam produknya dengan tidak terkecuali pendidikan agama, merupakan bagian budaya ketatamasyarakatan dan ketatanegaraan yang berada dalam ranah privasi. Oleh karenanya, mata pelajaran agama seyogyanya secara sukarela (voluntary) saja untuk diajarkan di institusi pendidikan umum.
Penulis: Syafi’i
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2020
Halaman: xii + 462 hlm
ISBN: 978-602-5576-61-4
No comments:
Post a Comment