Wednesday, September 7, 2022

Pembuktian Terbalik dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam

Pembuktian Terbalik dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam


Pembuktian adalah suatu informasi berupa fakta, aktual, kecenderungan, desain atau berbentuk kesaksian, tulisan, objek, materiil dan lainnya.  Bernar Heykel menjelaskan bahwa pembuktian merupakan ilmu yang meliputi penyelesaian perkara masalah pertikaian manusia. Hakim yang baik dapat dilihat dari penerapan hukum pembuktian dan pelaksanaan prosedur pembuktian di ruang sidang pengadilan. Selain itu pembuktian merupakan langkah prosedural untuk mengklaim apakah dugaan dan fakta yang didakwakan dapat di proses ditahap penyidik, penyelidik, penuntutan  dan akhirnya dapat disidangkan. Hakim akan memberikan putusan pada sidang pengadilan kepada terdakwa bersalah atau tidak.

Hukum pembuktian adalah seperangkat kaedah hukum yang mengatur tentang pembuktian. Hukum pembuktian juga berarti suatu proses dalam acara pidana di pengadilan. Munir Fuady menjelaskan bahwa: Hukum pembuktian harus menentukan dengan  tegas di pundak siapa beban pembuktian  harus diletakkan.  Pada abad ke 20 sistem pembuktian mengalami perkembangan yang sangat pesat. Berbagai teori pembuktian muncul. Martiman Prodjohamidkojo membagi teori pembuktian kepada dua yakni teori pembuktian tradisional dan teori pembuktian modern. Teori pembuktian tradisional terdiri dari teori negatif, teori positif, dan teori bebas.  

Selanjutnya, teori pembuktian modern terdiri dari teori pembuktian dengan keyakinan belaka (bloot gemedelijke overtuiging atau conviction intime), teori pembuktian dengan undang-undang secara positif (positief wettelijke bewijsthoerie), teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief  wettelijke bewijstheorie), teori keyakinan atas  alasan logis (beredeneerde fertuging atau  conviction raisonnee), teori pembuktian negatif  menurut undang-undang (negatief wettelijk overtuiging), dan teori pembuktian terbalik (omkeering van het bewisj theori). Sejak dahulu teori  tradisional masih berlaku, adapun teori modern  masih menjadi perdebatan khususnya: teori pembuktian terbalik. 

Pembuktian merupakan identitas sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum kontinental. Sistem hukum kontinental ini memiliki dua sistem  yakni pertama   pembuktian  sesuai Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yakni  pasal HIR, 284 RBg dan pasal 1866 KUH Perdata. Jenis-jenis alat bukti dalam KUH Perdata tersebut adalah surat-surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.  Kedua pembuktian pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aturan pembuktian pada Hukum Acara  Pidana di Indonesia dijelaskan pada  Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh kenyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Alat bukti pada hukum acara pidana  yaitu  pasal 184 ayat 1 Undang-undang  Nomor  8 tahun 1981 yang merinci macam-macam alat bukti dalam hukum acara pidana yakni: (1) Keterangan saksi. (2) Keterangan ahli. (3) Surat. (4) Petunjuk dan (5) Keterangan terdakwa. Pada pasal 184 Ayat 2 dijelaskan bahwa; hal yang umum dapat diketahui tidak perlu dibuktikan.

Detail: 
Judul Buku: Pembuktian Terbalik dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Islam
Penulis: Gunaldi Ahmad
Bahasa: Indonesia
Tahun Terbit: 2022
Halaman: 300
ISBN: 978-623-5448-10-7


No comments:

Post a Comment

Kebersihan Holistik dalam Islam: Konsep dan Praktik

Buku Kebersihan Holistik dalam Islam: Konsep dan Praktik menggali makna kebersihan yang tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga ...